![]() |
| 4 Faktor Kemunduran Kerajaan Sriwijaya |
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara yang pernah berdiri di Nusantara. Berpusat di wilayah Sumatera bagian selatan, tepatnya di sekitar Palembang sekarang, Sriwijaya mencapai masa kejayaannya pada abad ke-7 hingga ke-11 Masehi. Sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Buddha, kerajaan ini memiliki pengaruh besar hingga ke Semenanjung Malaya, Thailand bagian selatan, dan bahkan Kamboja.
Namun, seiring berjalannya waktu, kejayaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh. Ada banyak faktor yang menyebabkan keruntuhan tersebut. Berikut ini adalah 4 Faktor Kemunduran Kerajaan Sriwijaya yang perlu diketahui.
1. Serangan dari Kerajaan Chola di India Selatan
Salah satu faktor paling signifikan yang menyebabkan kemunduran Sriwijaya adalah serangan dari Kerajaan Chola yang berasal dari India Selatan pada tahun 1025 M. Raja Chola, Raja Rajendra Chola I, melakukan ekspedisi militer besar-besaran ke wilayah Asia Tenggara dengan tujuan menguasai jalur perdagangan rempah-rempah.
Serangan Chola berhasil menghancurkan armada laut Sriwijaya dan merusak pusat-pusat pentingnya, termasuk Palembang. Akibat serangan ini, banyak pelabuhan strategis Sriwijaya di bawah kekuasaannya melepaskan diri dan berdiri sendiri. Dampaknya, kontrol Sriwijaya atas jalur perdagangan internasional mulai melemah, menyebabkan kerajaan kehilangan pengaruh ekonomi dan politiknya di kawasan Asia Tenggara.
2. Melemahnya Jalur Perdagangan Internasional
Sebagai kerajaan maritim, kehidupan ekonomi Sriwijaya sangat bergantung pada perdagangan internasional, terutama perdagangan antara Tiongkok dan India. Namun, seiring dengan munculnya kerajaan-kerajaan baru di kawasan seperti Majapahit, Kediri, dan Singhasari di Jawa, serta pelabuhan-pelabuhan dagang lain di Malaka dan Kalimantan, posisi strategis Sriwijaya mulai tergeser.
Perubahan jalur perdagangan laut internasional, terutama setelah abad ke-12, membuat pelabuhan Sriwijaya tidak lagi menjadi pusat transit utama. Hal ini berakibat pada berkurangnya pemasukan kerajaan, menurunnya kesejahteraan masyarakat, dan lemahnya kekuatan militer Sriwijaya.
3. Munculnya Persaingan dari Kerajaan-Kerajaan Baru di Nusantara
Selain faktor eksternal, kemunduran Sriwijaya juga dipengaruhi oleh munculnya kekuatan-kekuatan baru di dalam wilayah Nusantara. Setelah serangan Chola, beberapa daerah kekuasaan Sriwijaya memanfaatkan kesempatan untuk melepaskan diri.
Kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan Malayu di Jambi mulai tumbuh dan mengambil alih peran penting dalam perdagangan di wilayah Sumatera. Selain itu, di Jawa, Kerajaan Kediri dan Singhasari berkembang pesat dan mulai menguasai jalur perdagangan laut antara Jawa dan luar negeri. Akibatnya, dominasi Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dan kekuatan politik maritim semakin menurun.
4. Lemahnya Pemerintahan dan Konflik Internal
Faktor internal juga tidak kalah penting dalam menyebabkan kemunduran Sriwijaya. Seiring melemahnya ekonomi dan kekuasaan, pemerintahan Sriwijaya mengalami disintegrasi politik dan konflik internal. Beberapa daerah yang jauh dari pusat kerajaan mulai memberontak dan memisahkan diri karena lemahnya pengawasan dari ibu kota.
Selain itu, pergantian raja yang tidak stabil dan munculnya perebutan kekuasaan di dalam istana turut memperburuk situasi politik Sriwijaya. Kelemahan pemerintahan ini membuat Sriwijaya tidak mampu mempertahankan wilayahnya dari ancaman luar, termasuk serangan Chola dan dominasi kerajaan-kerajaan baru di sekitarnya.
Kesimpulan
Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi simbol kejayaan maritim Nusantara dan dikenal sebagai pusat perdagangan serta penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Namun, kejayaan itu tidak bertahan lama karena berbagai faktor, baik dari luar maupun dari dalam negeri.
Empat faktor utama kemunduran Kerajaan Sriwijaya, yaitu:
- Serangan dari Kerajaan Chola.
- Melemahnya jalur perdagangan internasional.
- Munculnya kerajaan-kerajaan baru di Nusantara.
- Lemahnya pemerintahan serta konflik internal.
Keempat faktor tersebut saling berkaitan dan menyebabkan Sriwijaya kehilangan kekuatannya secara bertahap hingga akhirnya runtuh pada sekitar abad ke-13 Masehi. Meskipun demikian, warisan kejayaan Sriwijaya tetap dikenang sebagai bagian penting dari sejarah Indonesia dan Asia Tenggara.
